Pages

Search This Blog

Monday, September 1, 2014

I Think I'm in Love With Pi !!

Kalo ditanya, "Kamu suka film genre apa, Cher?" Saya jawab, "Drama." "Drama apa?" Saya jawab lagi, "Komedi, petualangan, inspiratif, whatever.. Asal bukan roman picisan." Bukan berarti saya ga suka drama cinta-cintaan loh. It's okay cinta-cintaan asal ada bumbu komedinya. Atau komedi yang dibumbui cinta-cintaan? Boleh juga. Walaupun saya juga suka genre lain. Perang-perangan misalnya, kaya LOTR, 300, Saving Private Ryan, Black Hawk Dawn, dll.

Banyak film drama yang saya suka. Tapi so far yang paling melekat dalam ingatan cuma Into the Wild dengan Alexander Supertramp nya. Dan beberapa jam yang lalu saya baru nonton film yang mungkin bakal jadi film kedua yang selalu saya ingat. Film yang genrenya sama kaya Into the Wild, drama petualangan.

Sebenernya udah lama ga asing sama film ini. Sejak Fajar pasang ava whatsapp bergambar Po (Teletubbies) yang tengah berdiri di dekat sekoci. Di tengahnya ada tulisan, 'Life of Po'. Ga pake lama, saya chat dia. "Life of Po? Film?" Dia jawab, "Iya. Bagus tuh." Saya tanya lagi, "Tentang apa?" Dia bales singkat, "Tonton aja." Karena penasaran level 9999999, saya search sinopsisnya di google. Alhasil ga ada Life of Po disana. Yang ada Life of Pi. Sialan ternyata Life of Po cuma plesetan doang. Mana Fajar ditanya juga iya-iya aja. "Heh Life of Pi tauu!" Dianya cuma, "Wakakakakaka."

Satu kata buat Life of Pi. WOW. Pi Patel, seorang bocah 16 tahun terkatung-katung di lautan selama 227 hari, bersama seekor harimau bernama Richard Parker (haha nama kalian kalah keren sama dia). Tiap nonton film beginian, biasanya kita bakal bilang, "Ah, cuma film. Di dunia nyata mana ada." Ow bukan. Ini film based on true story yang diangkat dari novel Life of Pi, karya Yann Martel. Kalo saya kagum, salut, terseponahh ah apapun lah, saya kagum sama The Real Pi Patel. Feel yang ga bisa saya dapet ketika nonton film fiksi dengan sosok imajiner yang diciptakan si pengarang. Ya, saya cuma bisa kagum dengan sebatas sosok imajiner yang didramatisir begitu hebatnya. Itulah kenapa saya lebih suka true story.

Kejadian demi kejadian di lautan, rintangan, bahaya yang mengancam, entah kenapa ga terasa membosankan diikuti. Padahal bisa dibilang cerita ini sederhana. Terdampar, lalu ditemukan. That's all. Tapi petualangan saat terdampar itu yang bikin seru. Waktu Pi membuat rakit sendiri karena harus jaga jarak dengan Richard, menangkap ikan-ikan yang berenang di sekitarnya lalu memakannya mentah-mentah, melatih Richard agar bisa berteman, juga fokus mencarikannya mangsa agar tak dijadikan 'alternatif terakhir' oleh Richard. Mereka juga hampir mati karena badai, terdampar di Pulau Karnifora, sampai akhirnya berhasil mencium kembali pasir pantai yang hangat di pesisir Mexico.

Anti klimaksnya tentu saja waktu Pi ditemukan oleh warga sekitar. Sekaligus momen waktu Pi berpisah dengan Richard. "Binatang tetaplah binatang. Mereka bukan temanmu," kata ayah dulu waktu Pi masih kecil. Itu terbukti waktu pertama kali Pi dan Richard menginjakkan kaki ke daratan. Richard langsung berjalan ke arah hutan meninggalkan Pi seorang diri. Richard yang selama terdampar di laut menjadi temannya, diselamatkan, diasuhnya, dicarikan ikan, sekarang meninggalkannya begitu saja. Pi berharap Richard menoleh lalu mengucapkan selamat tinggal sebelum pergi. Tapi binatang tetaplah hanya binatang. Richard terus berjalan menuju habitatnya, mengikuti nalurinya.

Tangisnya pecah. Bukan bahagia karena ditemukan warga sekitar, tapi sedih karena berpisah dengan Richard. Sejak Richard berjalan meninggalkannya, itu terakhir kali dia melihat Richard. "Aku patah hati," Begitu kata Pi di film. Kadang saya juga ga ngerti, apa iya binatang punya perasaan seperti manusia? Atau manusianya yang senang mendramatisir seolah binatang juga ngerasain hal yang sama kaya dia? Semacem GR gitu? Hehe. Entahlah. Saya sendiri ga brani bilang kalo Hachiko yang sukses bikin saya nangis bombay itu just a hoax.

Seringkali kita menganggap binatang yang kita sayang itu teman. Tapi binatang itu apa nganggep kita teman juga? Hmm. Kalo boleh cerita sedikit, kurang lebih saya pernah ngerasa 'patah hati' seperti Pi Patel. Saya pernah nangisin seekor anak kucing jalanan yang mati di depan rumah tetangga. FYI, keluarga saya bukan pecinta binatang, apalagi kucing. Kalo saya deket-deket kucing aja langsung ditegur. Jorok, katanya. Kalo saya ketahuan elus-elus kucing disuruh cepet2 cuci tangan. Bahkan waktu saya iseng ngasi makan, eyang bilang, "Itu jangan dikasi makan nanti kesini terus kucingnya." Dan bener. Ternyata ga cuma playboy aja yang brengsek. Kucing pun kalo dikasi makan, besok2nya nagih mulu di depan rumah. Haha.

Akhirnya tiap hari dia nagih jatah makan di depan pintu rumah. Duduk di atas keset, pandangannya ke arah pintu sambil mengeong-ngeong. Saya biasa mengintipnya lewat jendela. Mata lugu dan muka memelasnya bikin saya ga sanggup buat ga membuka pintu lalu menyodorkan segumpal nasi. Kadang kalo dia beruntung, bisa saya tambahin tempe, tahu, atau ikan. Belagu dia mah, dikasi susu kental manis ga mau. Kalo eyang tau, diusirnya pake sapu. Tapi dasar si kucing emang brengsek, dia malah seneng dan main2 sama sapunya. Melihat tingkahnya, eyang yang tadinya benci sama kucing malah sekalian gelitikin dia pake sapu. Bisa saya liat tuh kucing brengsek menggeliat kegelian dengan manja, sesekali loncat-loncat kegirangan. Maka ga heran waktu si kucing tiba2 ditemukan mati di depan rumah tetangga, eyang juga ikutan nangis. Eyang bilang, "Kasian. Biasanya dia seneng digelitikin pake sapu." :(

Boleh percaya atau ga, sore hari sebelum mati, dia dateng ke rumah. Waktu saya duduk2 di teras, tiba2 dia  duduk deket saya dengan muka murung. Mungkin lapar, pikir saya. Lalu saya lari ke dapur, cari something. Begitu saya balik, ternyata dia ga menyentuh sama sekali makanan yang saya bawa. Heran aja, biasanya dia kesini buat makan doang. Sekarang malah ga mau. Saya lihat matanya murung, kaya habis berantem sama pacar. Sakit nih kayanya, pikir saya lagi. Waktu itu saya sempet memangku dia sambil elus2 kepalanya. Dia mengeong pelan sambil merem melek, lemes. Matanya berair, ada kotorannya pula warna hitam di kedua sudutnya. "Just broke up with your girlfriend, huh?"

Pagi harinya sekitar jam 9, anak-anak sekitaran rumah udah diributin sama mayat kucing yang kaku di pinggir jalan, tepatnya di depan rumah tetangga kiri saya persis. Ternyata si brengsek yang mati. Sebujur tubuh miring dengan kepala yang dikerubuti semut sampai masuk ke mata. Mata yang setengah terbuka, pandangannya kosong. Mata yang sempet saya bersihin pake kapas kemarin sore. Kawan, saya patah hati..

Sore itu dia ke rumah, bukan buat minta makan seperti biasa. Dia cuma mau maen. Iya maen. Mungkin, saying goodbye... Ah, saya GR..
I suppose in the end, the whole of life becomes an act of letting go, but what always hurts the most is not taking a moment to say goodbye. (Pi Patel)

Nih, Life of Po nya Fajar haha. Mana Po nya dadah-dadah lagi.
Kayanya sih lagi ngomong, "A'oooo"



No comments:

Post a Comment

< >