Pages

Search This Blog

Sunday, December 6, 2015

Faham

Malam itu biru. Aku memandangmu nanar dari ujung jalan. Kamu hanya menari tarian jenaka, taringmu menyeringai di sela gelak tawa. Desau angin membaur lebur dengan lirih nafasmu. Aku perempuan pilu, mataku sayu, menunggu diammu. Agaknya riuh air yang memercik dari ujung matamu tak menyurutkan tarianmu. Air yang kehilangan kesejukan bahkan sejak tetes pertamanya tercurah. Gurat perih luka, aku melihatnya tercecer dalam ingatanmu. Kamu membiarkannya membeku disana. Sekuat tenaga kutahan derap emosi yang membuncah untuk menemuimu. Tapi kupaku badanku agar tetap di tempatnya, karena aku telah menadah rindu pada telapak waktu.

Syarief, tak perlu menunggumu bercerita. Aku faham.

Coretan Akhir Tahun

Tahun 2015 segera berakhir. Terima kasih hari-hari yang sudah ngasi saya banyak pelajaran. Iya, 2015 itu an extraordinary year, tahun yang sangat sangat sangat beda dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak cobaan yang kadang bikin saya hampir nyelesein dengan cara gila. Dulu kehidupan saya flat, nggak pernah ada masalah besar, hampir semua berjalan mulus semulus paha ayam. Sampe saya berpikir, Allah sayang sama saya ato justru nyuekin saya sih, membiarkan saya terhanyut dalam nikmatnya dunia. Tapi emang kita harus selalu khusnudzon. Semua hal terjadi, baik maupun buruk, itu karena Allah sayang.
 
Tapi di tahun ini banyak gejolak. Mungkin ini seninya hidup ya. Kalo belum kena masalah belum hidup kayaknya. Dulu saya berada di lingkungan yang insya Allah orangnya baik-baik, sampe saya nggak pernah takut buat naroh kepercayaan ke orang lain. Dan Alhamdulillah mereka nggak ada satu pun yang "aneh-aneh". Tapi sekarang saya ada di lingkungan yang dari segi tabiat, belum pernah berurusan sama orang-orang macem gini. Mungkin saya yang naif, nggak berpikiran kalo orang sanggup berbuat sedemikian brengseknya. Apapun itu ALHAMDULILLAH. Mungkin ini cara Allah buat menyentil saya. Saya yang selama ini gampang ngasih kepercayaan ke orang, sekarang dikasi peringatan biar tau nggak semua orang itu baik. Nggak semua orang itu tanggung jawab kalo dikasi kepercayaan. Biar tau di dunia ada juga orang yang amit-amit kelakuannya.
 
Nggak ada pertemuan yang sia-sia kok, pasti ada pelajaran buat naik level. Biar saya lebih kuat. Saya pernah denger kalimat ini, "Trust no one, you'll be happy." Mungkin ada benernya. Yeah I'll try..

Sunday, April 5, 2015

UNTITLED


Be like the flower that gives its fragrance to even the hand that crushes it.
- Ali Ibn Abi Talib -

Friday, March 20, 2015

Panti Pijat (Undercover?)

SALAM 'ALAIKUM !

Dua hari lalu saya menyempatkan diri mampir ke sebuah panti pijat di Semarang. Sakit? Enggak. Capek? Dikit. Karena saya sebenernya emang suka dipijat. Biasanya saya ke Aluna Homespa, atau manggil tukang pijat langganan ke rumah. Tapi kali ini saya pengen dipijat yang bener-bener errrgghhhh. Jadilah saya ke panti pijat.

Dulu kesitu direkomendasiin sama Upik Rahmawati. Berhubung dia alim jadi saya percaya panti pijat yang ini nggak bakal aneh-aneh. Di luar juga terpampang banner dengan tulisan "RUANGAN MEWAH", yah..walaupun kenyataan di dalam nggak mewah-mewah amat. Jadi saya pikir mungkin tamu-tamunya orang menengah ke atas. Akhirnya sore itu untuk kesekian kalinya saya mampir.

Nggak seperti biasa, mbak-mbak terapis yang memijat saya waktu itu cukup humble dan agak ceriwis. Dia banyak cerita tentang pofesinya, suka dukanya jadi pemijat. Saya lebih suka yang kaya begini nih, dipijat sambil ngobrol. Bukan dipijat sama orang yang cemberut mulu. Hihi.

"Pulang kerja ya mbak?" tanyanya mengawali obrolan.
"Enggak mbak, lagi bolos aja ada urusan tadi."
"Ooo..kerja dimana emang?" And the blah blah blah.

Obrolan berlanjut seputar gaji. Dia cerita kalau gajinya tak tentu. Satu jam dia memijat dihargai 7.000 perak!! Can you imagine? Disitu sejam Rp 52.500, dan si pemijat dikasih 7.000 nya aja. Saya pun bertanya, "Emang sehari biasanya dapet berapa jam?" Sekitar lima atau enam, jawabnya. Dan itu dari jam sepuluh pagi sampai sepuluh malam. Wow, 12 jam kerja.

Disitu saya agak penasaran. Apa yang membuat mereka betah kerja 12 jam dengan gaji yang bisa dibilang GAK WORTH IT.  "Betah gitu mbak? Nggak capek?" Pertanyaan demi pertanyaan mengalir begitu saja dari bibir saya, tanpa keengganan (gayanya udah kayak investigator haha). Dan Mbak Wita (bukan nama asli) menjawab luwes tanpa sungkan. Hingga kami terlibat obrolan yang lebih dalam, dalam, dan dalam lagi.

"Biasanya ada yang minta diituin. Trus kita dikasi tip." Ternyata mereka betah kerja disitu karena ada 'gaji-gaji siluman'.
"Atasan tau?" tanya saya penasaran.
"Ya nggak lah mbak. Disini bersih sebenernya, aturannya juga ketat. Tuh sekat-sekatnya aja bolong bawahnya. Itu sering ada yang piket lewat buat ngecek kita dari luar. Kalo kaki kita nggak keliatan suka dicurigai macem-macem."
"Lah kalo misal mbak lagi nginjek-nginjek pelanggan gimana? Kan emang kakinya nggak keliatan."
"Tuh di atas ada pegangan. Kalo lagi nginjek-nginjek, tangannya harus pegangan."
"Lah kalau kebetulan lagi mijitin yang sisi kanan, gimana hayo?"
"Ya kan paling sebentar, nggak di kanan terus. Kalo nggak keliatan kakinya sampe lama ya kadang dimasukin ruangannya."
"Pernah ada yang ketahuan?"
"Pernah. Ya terus dipecat."

Sambil menahan sakit pijatan Mbak Wita, saya mulai berpikir. "Haduh saya sekarang lagi ada di tempattt.....ah sudahlah." Sambil terus memijat kaki saya, Mbak Wita dengan lancarnya bercerita seolah membagi beban yang dipendamnya sejak lama. Saya sendiri heran. Di resepsionis, saya bilang mau dipijat yang nggak terlalu kenceng. Dan tadi waktu saya kesakitan, Mbak Wita bilang kalau dia spesialis yang tingkat kekencangannya tinggi. Yasalam.
"Yah gimana lagi Mbak. Kalo nggak gini, gaji segitu nggak masuk. Buat kehidupan sehari-hari masih kurang."
"Suaminya?"
"Suamiku kerja tapi gajinya kan dikit."

-bersambung-

Saturday, February 21, 2015

Nikmatnya Menolong Orang

SALAM ‘ALAIKUM !

Membaca judul di atas, mungkin kamu pikir, saya sedang riya’. Nolong orang kok diposting? Nggak bermaksud riya’ sih. Saya cuma pengen ngeshare tentang apa yang saya rasain setelah meluangkan sedikit waktu untuk ikut merasakan kesulitan orang. Terkadang saat kita berhasil masuk ke dunia orang, bisa ngerasain, lalu tergerak untuk ngelakuin sesuatu yang lebih dari sekedar mengasihani.

Menolong orang, nggak semata-mata melakukannya untuk orang tersebut sebenernya. Ada semacam perasaan puas, lega kalau bisa meringankan beban orang. Ada semacam perasaan, “aku pengen jadi orang yang berguna buat orang lain.” Dan ada semacam perasaan bersyukur bahwa kita nggak diberi kesulitan yang serupa orang tersebut. Atau pernah diberi kesulitan yang sama tapi sudah terlewati? Dan cara bersyukur yang paling nyata adalah menolong orang yang sedang mengalami kesulitan itu.

Papa pernah bilang, segala sesuatu kalo bisa dikerjain sendiri harus dikerjain sendiri. Kalo udah kepepet ga bisa, baru minta tolong orang. Itulah kenapa saat saya udah angkat tangan lalu minta tolong, biasanya saya udah mentok. Dan saat saya udah minta tolong satu kali, biasanya emang saya butuh banget. Beberapa kali pernah saya mengalami hal-hal yang kurang mengenakkan. Yaitu waktu saya sendirian, kesusahan, sudah coba usaha A-Z nggak berhasil, akhirnya minta tolong. Ditolong? Nggak. Akhirnya saya sadar, manusia bukan Maha Penolong. Hanya Dia yang Maha Penolong.

Saya sering mengumpat dalam hati tentang perilaku orang yang nggak peduli, masa bodoh, nggak mau nolong, dll. Itulah yang terkadang membuat saya seakan nggak sudi jadi orang kayak mereka. Saya nggak sudi jadi orang yang pelit dimintain tolong. Saya pernah ngerasain sulitnya jatuh bangun sendirian, nggak ada uluran tangan yang membantu saya bangun. Pun saya pernah minta tolong tapi dicuekin. Dan sekarang saya cuma minta sama Tuhan mudah-mudahan diberi kekuatan buat meringankan beban orang selagi saya bisa. Itu cara saya bersyukur bisa melewati segalanya sendirian.

Ya, menolong itu nggak semata-mata untuk orang lain kok. Tapi untuk diri kita sendiri. Kenapa harus males nolongin orang lain? Padahal menolong sesamanya itu nikmat sekali.

Wednesday, February 18, 2015

Menghitung Harga Jual Part II

SALAM 'ALAIKUM !

Sebelumnya saya udah nulis soal Menghitung Harga Jual. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara menghitung harga jual yang benar jika laba yang kita pakai dalam bentuk persen?

Sebenernya ini simple, dan bahkan sudah pernah diajarin sama guru SD. Tapi saya yakin seyakinnya sudah banyak yang lupa. Ya, kadang logika matematika kita memang lebih tajam waktu duduk di bangku sekolah. Mungkin ilmu matematika ga semuanya dipakai di kehidupan kita. Tapi, cara berpikir matematis selalu diaplikasikan ke kehidupan sehari-hari, contohnya ya ngitung harga jual ini.

Ok, kita mulai saja tungitungitung harga jual.

Pertama saya akan ngingetin dulu cara ngitung diskon karena saya yakin orang-orang lebih pinter ngitung yang ini. Hahaha. Ya kan, ngaku deh :p

Harga jual = Rp 100.000,00
diskon = 40%
Pertanyaan : Berapa harga setelah didiskon?
Jadi, harga setelah diskon = 100.000 - (40% x 100.000) = 100.000 - 40.000 = 60.000

Sekarang lupakan hitungan di atas. Kalo saya balik soal dan pertanyaannya,
Harga setelah didiskon = Rp 60.000,00
diskon = 40%
Pertanyaan : Berapa harga awal sebelum didiskon?
Untuk menjawab soal yang ini, seperti yang saya tulis di artikel sebelumnya, kita ga bisa seenaknya ngebalik-balik jadi 60.000 + 40% yang artinya 60.000 + (40% x 60.000) = 60.000 + 24.000 = 84.000. Loh kok 84.000? Lah iya kalo rumusnya ngawur ya begono. Harusnya hasilnya akan balik lagi ke Rp 100.000,00 kalo cara hitungnya benar.

Katakanlah harga jual sebelum diskon itu kita lambangkan sebagai n.
n = harga setelah diskon + diskon (rupiah)
sedangkan diskon (rupiah) = 40% x n

Jadi kalo kita masukin ke persamaan,
n =  harga setelah diskon + diskon (rupiah)
n = 60.000 + (40% x n)
n - (40% x n) = 60.000
(1-40%) n = 60.000 -> n nya kita keluarkan dari kurung
(1-0,4) n = 60.000 -> masih ingatkah 40% itu 40 per seratus yang artinya sama dengan 0,4?
0,6n = 60.000
n = 60.000 : 0,6
n = 100.000

Jadi harga sebelum diskon ketemu Rp 100.000,00
Sama kan?!

Cara di atas bisa kita aplikasikan juga buat menghitung HARGA JUAL. Hanya saja tadi saya pake contoh kasus diskon agar lebih paham. Kalo ngitung harga jual dengan laba sekian persen, diskon nya tinggal ganti laba aja. Cara hitungnya sama.

Mari kita buat rumusnya.

persamaan 1 -> harga jual = harga beli + laba (rupiah)
persamaan 2 -> laba (rupiah) = % laba x harga jual

Bersambung lagi :D

Monday, February 16, 2015

Menghitung Harga Jual

SALAM 'ALAIKUM !

Saya pengen ngajak kamu sedikit berpusing-pusing ria sama postingan satu ini.

Beberapa waktu lalu saya agak dikejutkan oleh cara hitung harga jual seorang kawan. OK, kayanya saya lebay. Sebenernya ga terkejut-terkejut amat sih. Hehe. Lebih tepatnya agak ga percaya, masa iya ada 'pedagang' yang cara hitung harga jualnya kaya murid yang kalo pas pelajaran matematika kabur ke kantin. Pasalnya waktu ngobrol-ngobrol, saya iseng tanya berapaan biasanya kalo ngambil untung. Dia jawab, "Yah..30-40%."

Ok, obrolan lanjut ke nominal harga. Waktu menerawang hitungan, tiba-tiba dia ambil kalkulator. Dipencet-pencetnya sebentar, lalu bergeming, "Oh..kalo harga jualnya jadinya segini ga masuk ah kemahalan." Bentar bentar. Barusan ngitung harga jual? Cepet amat. Saya curiga dia pake rumus sesat ala bocah yang kabur-kaburan kalo pas pelajaran matematika tadi. Dan ternyata benar, dia ngitung harga jual pake kalkulator -> harga beli + %laba. Kacau!

Begitulah, kadang memang kalkulator bikin bego. Pokonya yang instan-instan memang bikin bego. Ga cuma kalkulator. Dulu waktu belajar photoshop, mau kasi efek grunge aja ada step-stepnya, mau ngubah tone foto main-main channel, utak utik filter, color balance, contrast, brightness, dll. Sampai akhirnya negara api menyerang...eh instagram menyerang, dan aplikasi-aplikasi smartphone yang bisa ngedit photo secara instan. Ya, bikin bego. Bahkan ada plugin photoshop yang sebenernya bikin orang males belajar. Pengen kasi efek A, B, C, D di foto, ngapain susah-susah belajar kan ada plugin nya. Hahaha. Gitu kali ya. Sama halnya kaya sistem di kantor yang sekarang jurnalnya udah otomatis. Kalo kata Pak Udin, bikin usernya jadi ga pinter.

Well, balik ke topik. Memang betul kalo harga jual itu sama dengan harga beli plus laba. Tapi dengan catatan laba disini dalam bentuk nominal harga, bukan persen. Kalo sudah dalam nominal harga, kamu bebas mau asal tambah-tambahin aja pake kalkulator. Misal harga beli 50.000, ambil laba 20.000. Harga jual tinggal tambahin aja 50.000 + 20.000 jadinya 70.000. Beres.

Nah kalo persen? Contoh : Harga beli 50.000, mau laba 50%. Ambil kalkulator, pencet 50.000 + 50%. Ya ga bisa gitu hahaha.

Kalo mau ambil laba pake hitungan persen musti ada corat-coret dikit, kecuali pake excel tinggal masukin rumus, atau udah punya program khusus. Tapi, mari kondisikan kita ga punya program apa-apa dan ga pake excel. Kita pake itung-itungan manual!

Orang mengira kalo kita beli barang 50.000 lalu kita jual 100.000 itu berarti laba 100%. Ya tentunya ngitung pake rumus super ngawur tadi. 50.000 + 100% di kalkulator memang hasilnya 100.000. Padahal bukan. Dengan harga beli 50.000 kalo kita jual 100.000 sebenernya cuma laba 50%, bukan 100%. Kenapa bisa gitu?

Karena saat kita nge-plus %laba ke harga beli, itu yang dipersenin harga beli. Gimana ya susah jelasinnya hehe. Contoh, laba 50%. Harga belinya 10.000. Kalo kita nge-plus pake kalkulator itu perhitungannya 50% dari harga beli (50% dari 10.000 alias 5.000). Lalu harga jualnya jadi 10.000+5.000=15.000. Itu cara hitung ala kalkulator. Padahal SALAH.

Kita balik deh, dari harga jual. Pake contoh awal tadi, harga jual 100.000 dengan harga beli 50.000. OK, kalo (katanya) itu laba 100%, trus gimana ceritanya kalo kita ngasi diskon 50%? Laba 100%, logikanya kalo kita diskon 50%, masih punya laba 50%, betul ga? Nah 100.000 kita diskon 50% jadinya 50.000. Lahhh kok impas *tepok jidat* ga dapet untung dong. Katanya laba 100%, didiskon 50% kok jadinya impas sama harga beli hahaha.

Guys, ambil kalkulator please kali ini. Kalo ngitung diskon memang kita boleh pake kalkulator, tinggal harga jual minus %diskon untuk ngasi potongan ke konsumen, atau minus %laba untuk tau harga beli. It's okay. Tapi kalo ngitung harga jual pake harga beli + %laba gitu doang jangaaan hiks hiks. Ga asal bolak balik gitu guys.

Contoh :

Harga jual = harga beli + laba (rupiah) = 50.000 + 20.000 = 70.000
maka kita balik,
Harga beli = harga jual - laba (rupiah) = 70.000 - 20.000 = 50.000
Sama aja kan! Jika laba dalam bentuk rupiah dibolak balik gini sama aja, asal plus minus pake kalkulator boleh, hukumnya halal! Hehehe.

Nah, kalo laba dalam bentuk persen?
Kalo harga jual 70.000, laba 50%. Tinggal dikurangi pakai kalkulator bisa. Jadinya harga beli 35.000. Itu dari harga jual ke harga beli.
Kalo dari harga beli ke harga jual? Ga boleh kita langsung nge-plus pake kalkulator, 35.000 + 50%. Hasilnya berapa coba? 52.500. Beda kan? Cek gih pake kalkulator kalian :)

Ya iyalah beda, yang satu yang dipersenin 50% nya yang 70.000. Yang hitungan kedua yang dipersenin 50% nya yang 35.000. Kurang paham?

Begini, kalo pake kalkulator 70.000 - 50% itu artinya 70.000 - (50% x 70.000) = 70.000 - 35.000 = 35.000. Nah kalo 35.000 + 50% di kalkulator artinya 35.000 + (50% x 35.000) = 35.000 + 17.500 = 52.500. Lihat yang saya merahin. Jelas kan yang bikin kacau bagian mananya?

Lalu gimana cara ngitung harga jual yang bener? Bersambung ya hehe..
< >